Translate

Tuesday, September 10, 2013

Books "MY CUP OF TEA"

ARISANKLUBBUKU #1
Judul Asli : MY CUP OF TEA
Penulis : Nia Nurdiansyah
Penerbit GagasMedia
Editor : Jia Effendie
Proofreader : Mia
Penata Letak : Wahyu Suwarni
Desain Sampul : Dwi Anissa Anindhika
Ilustrasi Isi : Fajar Ramayel
Cetakan I : 2013 ; 354 hlm ; ISBN 979-780-632-4
Rate : 2,5 of 5

Ini adalah buku pertama hasil Arisan Klub Buku yang disponsori oleh Penerbit GagasMedia. Melihat tampilan luarnya (khusus desain sampul penerbit yang satu ini memang patut diacungi jempol) yang cukup mengundang, maka tebakan pertamaku kisah ini berkaitan dengan topik kuliner yang kebetulan juga salah satu kegemaranku (^_^). Ok tanpa berlama-lama sembari ‘menitikkan-liur’ karena membayangkan isi buku yang mengupas tentang topik ‘makanan’ inilah kisahnya ....

Sherren dan Dwipa Putra atau yang akrab dipanggil Dipi, menjadi sahabat karib semenjak keluarga Dipi pindah sebagai penghuni baru di kawasan tempat tinggal mereka. Kala itu Dipi baru duduk di bangku kelas 3 SD sedangkan Shereen sudah di kelas 6 SD. Namun perbedaan usia tidak menghalangi keduanya bermain bersama. Shereen bahkan acapkali berperan sebagai kakak yang selalu mengkhawatirkan dan berusaha melindungi Dipi dari segala macam gangguan. Hingga keduanya beranjak dewasa dan menempuh jalan hidup masing-masing.



Perubahan mulai muncul kala Shereen duduk di bangku SMA. Pergaulan serta kesibukan yang berbeda sedikit banyak tidak menyisakan waktu luang bagi keduanya untuk sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Berlanjut hingga mereka menempuh kuliah di tempat serta jurusan yang berbeda. Bagi Dipi, ia selalu mengingat Shereen, dan menyediakan waktunya kapan saja gadis itu membutuhkan dirinya. Sedangkan Shereen yang menjalani pergaulan serta masa-masa berpacaran dengan pria-pria yang menarik hatinya, sembari sesekali tetap berhubungan dan rutin melakukan ‘curhat’ terhadap Dipi.

Tanpa disadari, peran sebagai pelindung dan tempat curahan berbalik peran antar Dipi dan Shereen, karena meski selisih usia ia lebih dewasa, secara karakter Shereen justru acapkali kekanak-kanakan, keras kepala dan mudah dipengaruhi, dibandingkan karakter Dipi yang lebih dewasa dalam memutuskan segala sesuatu, termasuk menentukan apa yang dimaui dalam kehidupannya. Puncaknya ketika Shereen terlibat hubungan yang lebih ‘serius’ dengan pria bernama Artega – pria yang bukan saja tampan dan menarik, juga terkenal di kalangan sosialita papan atas, yang imbasnya turut menyeret Shereen dalam lingkup pergaulan yang berbeda.

Problematika asmara antara pria dan wanita, dengan mengusung tema perbedaan usia dimana faktor kedewasaan bukannya diukur dari kematangan berpikir serta perkembangan jiwa serta mental masing-masing, bukan saja cukup menarik dan mengundang tanda tanya, sejauh mana permasalahan tersebut akan disajikan dan bagaimana penyelesaiannya ? Jujur, kisah ini tidak berjalan sesuai ekspektasiku. Bukan saja perkembangan karakter masing-masing yang sangat tipikal dan mudah ditebak sebelum akhir kisah ini berjalan, bahkan ‘label’ yang muncul dalam benak akibat judul serta desain sampul yang menjanjikan topik seputar dunia kuliner, ternyata hanya muncul sebagai ‘tempelan’ tanpa penjelasan lebih dalam.

Kebiasaan penulis ‘memboyong’ latar belakang ke luar negeri (terutama Korea yang memang menjadi trendsetter tersendiri) sekali lagi tidak menimbulkan kesan tambahan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri. Jika tujuannya mengangkat nama kuliner tradisional mengapa harus jauh-jauh ke luar negeri daripada berusaha keras di negara sendiri ? Kesan yang muncul justru Dipi berusaha mencari nama di luar negeri untuk bisa menembus pangsa pasar dalam negeri ...mmm, bisa jadi ini sesuai kenyataan pahit bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki kebanggan akan budaya bangsa, lebih tertarik pada trend-setter yang muncul dari luar negeri.
“Berbeda dengan Dipi yang selalu mudah ditebak, Art selalu menampakkan raut dan ekspresi yang terkadang tidak mudah untuk diterjemahkan. Sebenarnya hal itulah yang membuat Shereen jatuh hati kepadanya, kemisteriusan yang membuat Art tidak pernah terkesan ‘mudah’....jika Dipi orang yang spontan secara emosional, sementara Art selalu menata emosinya dengan baik.” [ p. 27 ]
[ source ]
Dan dari kutipan di atas, salah satu contoh polemik yang muncul dalam benakku, jika dihadapkan pada pilihan antara 2 pria yang akan diajak menata kehidupan serius bagi masa depan, bukankah pertimbangan yang sesuai nalar adalah pria yang bisa diajak berkomunikasi dan dipahami jalan pikirannya dibandingkan pria yang setelah sekian lama berhubungan masih terbilang ‘having-unpredictable-mind’ ? Dan komentar tentang sosok Dipi yang spontan secara emosional atau mungkin bisa dikatakan impulsif, menurutku justru sosok Shereen ini yang lebih tepat digambarkan sebagai sosok ‘ababil’ mudah terpengaruhi dan tidak memiliki ketetapan hati. So, only between 2,5 - 3 star I could gave for this story (-_-)

Tentang Penulis :
Profil mengenai penulis dapat dilihat di : www.brama-sole.com. Pembaca juga dapat berinteraksi dengan penulis melalui twitter di @nia-nurdiansyah. Novel ‘My Cup of Tea’ adalah novel keduanya setelah novel ‘291/2 Hari’ (2011).

Best Regards,

* Hobby Buku * 

1 comment :

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...